Wae Mese, gerbang masuk utama desa Bulan dari Timur.
Minggu, 28 Juli 2019
Kamis, 18 Juli 2019
Selasa, 16 Juli 2019
Senin, 15 Juli 2019
Minggu, 14 Juli 2019
Roko Molas Poco, ase kae pang olo ngaung musi gendang Mbero Nangka
Masyarakat adat kampung Nangka, Desa Bulan, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sampai saat ini masih melestarikan tradisi ritual roko molas poco.
Istilah roko molas poco berasal dari tiga suku kata bahasa Manggarai haitu roko yang artinya penjemputan atau pengambilan atau perarakan, molas yang artinya gadis cantik, dan poco artinya hutan rimba atau gunung.
Roko molas poco adalah upacara penjemputan serta perarakan seorang gadis dari gunung atau hutan. Seorang gadis dari gunung ini adalah simbol sebuah kayu yang dijadikan tiang agung (siri bongkok) rumah adat (mbaru gendang).
Sebelum dipotong, kayu tersebut dinobatkan secara adat untuk menjadi molas poco (gadis dari hutan) sehingga layak untuk dibuat upacara roko. Sebelum dilaksanakan upacara, kayu yang akan dijadikan siri bongkok (tiang agung) harus diambil, diterima, dijemput, dan diarak secara adat. Tujuannya adalah agar rumah adat yang dibangun menjadi sumber ces atau kesejukan bagi seluruh warga kampung.
Upacara roko molas poco harus dilaksanakan alasannya karena tiang agung atau siri bongkok merupakan salah satu bagian paling utama dalam pembangunan sebuah rumah adat. Di mana tiang agung ini nantinya menjadi simbol naga golo atau roh penyembuh kampung dan pembawa kesejukan bagi warga kampung. Selain itu menjadi simbol bagi seluruh warga kampung yang biasa terdiri dari beberapa keturunan atau panga.
Dari beberapa keturunan ini akan dipersatukan menjadi satu kesatuan yang utuh dan membentuk sebuah kampung yang aman dan damai.
Upacara roko molas poco ini sangat berkaitan erat dengan sistem perkawinan adat Manggarai. Karena dalam perkawinan adat Manggarai hanya perempuan saja yang layak untuk dibuat upacara roko atau penjemputan secara adat sebelum menginjak kaki pertama kali di kampung halaman sang suami.
Upacara roko molas poco dimulai dari pintu gerbang kampung (paang) menuju lokasi rumah adat yang dibangun. Sambil diiring musik gong dan gendang dan lagu tradisional seperti ronda, danding, dan mbata.
Kayu ‘siri bongkok’ diarak menuju kampung
Dia menambahkan, pihak-pihak yang terlibat dalam upacara roko molas poco adalah tua golo (kepala adat atau kampung), tua teno (kepala tanah ulayat), tua panga (kepala suku atau keturunan), tamu undangan (dari kampung tetangga) dan weki pa’ang olo ngaung musi (seluruh warga kampung).
Acara roko molas poco biasanya dilaksanakan pukul 09.00 wita karena pagi hari otak dan pikiran masih segar sehingga langkah atau tahap dari upacara ini bisa terlaksana dengan baik.
Alat dan bahan yang diperlukan adalah cola (kapak), kope (parang), cepa (siri pinang), tuak, gong, gendang, ruha (telur ayam) dan hewan kurban seperti babi dan ayam.
Seluruh masyarakat yang hadir mengenakan pakaian adat lengkap. Mulai dari tokoh muda, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pendidik, dan pemerintah setempat. Mereka terlihat kompak mengenakan kain songket, baju kemeja putih dan sapu di kepala.
Racang Cola Mbero Nangka
RACANG COLA GENDANG MBERO
Upacara adat yang disebutracang cola dan racang kopé. Artinya pengasahan kapak dan parang. Racang artinya mengasah dan cola yang berarti kapak serta kope yang artinya parang.
Upacara ini dilaksanakan di rumah tetua adat/kepala suku. Dalam upacara ini hewan kurbannya adalah babi. Karena itu hewan yang dikurbankan itu disebut ela racang cola (babi untuk mengasah kapak).
Dalam upacara ini didoakan mohon perlindungan Tuhan agar terhindar dari malapetaka yang dapat mengancam nyawa para tukang yang hendak pergi ke hutan untuk mencari papan dan balok.
Selain itu mohon restu para leluhur (empo) dan Tuhan sendiri agar cita~cita membangun rumah adat dapat berjalan lancar tanpa hambatan.
Racag Cola, Persiapan awal sebelum pembangunan rumah gendang Mbero Nangka
https://youtu.be/_Hvpl3MQdOo
ROKO MOLAS POCO MBERO NANGKA
(Dari kiri Bpk. Vinus G, Bpk. Alo Onggos, Bp. Blasius J., Bp Gaba K. & Bp Kos Mahan)
Upacara Roko Molas Poco
Roko Molas Poco merupakan suatu tradisi adat awal pembangunan Mbaru Tembong, rumah adat masyarakat Manggarai Raya, baik yang berdiam di Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat, maupun Manggarai Timur.[5] Roko dalam bahasa setempat berarti pikul secara gotong royong.[5] Sementara molas artinya cantik dan poco adalah hutan.[5] Alhasil, kata roko molas poco mengandung arti mengambil atau memikul secara bersama kayu terbaik dari hutan.[5] Pada rangkaian ritus Roko Molas Poco kewajiban para tokoh adat seperti tu’a golo (kepala Kampung), tu’a teno (kepala adat) adalah mengundang semua warga kampung, untuk melakukan lonto leok ( musyawarah bersama warga se- kampung) di rumah adat lama atau pun di natas (halaman kampung).[5] Selanjutnya, anggota masyarakat maupun tokoh-tokoh adat dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok Roko Molas Poco (kelompok yang akan pergi ke hutan untuk mengambil kayu tersebut) dan kelompok curu molas poco (kelompok yang akan menjemput Molas Poco tersebut).[5] Upacara adat Roko Molas Poco ini diawali dengan acara teing hang atau pemberian sesajian di altar sesajian (compang) yang dipimpin oleh tu’a golo.[5] Setelah upacara teing hang (Memberi sesajian kepada arwah nenek moyang) usai upacara, barulah kelompok Roko Molas Poco berangkat ke hutan (puar) dengan membawa manuk (ayam), moke , cola (kapak)), kope (parang), serta alat-alat lain yang dibutuhkan saat upacara tersebut berlangsung.[5] Setiba di hutan, kelompok Roko Molas Poco beserta tu’a golo duduk menghadap pohon yang akan dijadikan sebagai Molas Poco atau Siri Bongkok.[5] Kemudian tu’a golo, menyampaikan permohonan atau kepok atau torok tae (bahasa kiasan Manggarai) kepada arwah-arwah nenek moyang.[5] Setelah torok tae tersebut selesai barulah kayu-kayu dipotong dan Molas Poco tersebut diusung ke kampung oleh kelompok Roko.[5] Sesampainya di dekat kampung (Pa’ang beo) kelompok Roko Molas Poco tersebut dijemput (sundung/curu) oleh kelompok penjemput dengan diiringi tarian-tarian dan dilanjutkan torok atau kepok sundung atau curu.[5] Ritus “Roko Molas Poco” ini dilakukan untuk meneruskan warisan budaya leluhur dan agar rumah adat atau Mbaru Tembong yang akan dibuat tetap kokoh, serta memberikan ketenteraman bagi warga yang mendiami kampung tersebut.[5]
Jumat, 12 Juli 2019
POSISI KEUANGAN PER TANGGAL: 11 JULI 2019 |
|||
PEMASUKAN | |||
NO. | SUMBER PEMASUKAN | NOMINAL | KETERANGAN |
1 | IURAN ANGGOTA | ||
KETURUNAN EMA SAPE | 10,300,000 | Perhatian daftar nama anggota yang sudah stor iuran beserta nominalnya ada dalam lampiran laporan ini | |
KETURUNAN NGORO | 600,000 | ||
KETURUNAN EMA TUNGKU | 1,200,000 | ||
KETURUNAN EMA TINGO | 13,600,000 | ||
WOE NDEHES | 2,700,000 | ||
WOE CIRENG | 600,000 | ||
WOE MARAS | 1,700,000 | ||
WOE TAGA | 4,500,000 | ||
WOE WESA, BALO, BITING DAN BOLA | 2,050,000 | ||
WOE WAKEL, BUNG, CUMBI, KAROTENG&RUTENG | 3,900,000 | ||
WOE TING, TUNGGA, LIO, RAKAS&MAUPONGGO | 900,000 | ||
OM TOMAS | |||
KONTRIBUSI GENDANG WAE REBO | |||
KONTRIBUSI TANTA TERES | |||
KONTRIBUSI BPK. ZAKARIAS JERAHAT | |||
42,050,000 | |||
2 | WALI TUAK WAE REBO+TANTA TERES | 600,000 | SUMBER LAIN |
3 | PENGGARAP | 250,000 | IURAN WAJIB |
4 | WOE ASE KAE DAN WOE DE WOE | - | IURAN WAJIB |
TOTAL PEMASUKAN | 42,900,000 | ||
PENGELUARAN | |||
NO | JENIS PENGELUARAN | JUMLAH | PENANGGUNG JAWAB |
1 | SIRO CACI WAE REBO | 315,000 | WENS HAMAT |
2 | TUAK TANTA TERES | 54,000 | WENS HAMAT |
3 | BELI SPEAKER BULAT MEREK TOA | 600,000 | WENS HAMAT |
4 | TANDA JADI KERBAU+BENSIN | 630,000 | WENS HAMAT |
5 | SIRO CACI COLOL(OJEK,TUAK&ROKOK) | 400,000 | EMA DORUS |
6 | PANJAR KERBAU+Bir, Rokok+bensin | 10,070,000 | WENS HAMAT |
7 | BAYAR UTANG PEMBANGUNAN | 2,000,000 | KANISIUS UMPUNG |
8 | UANG JALAN EMA GABA | 100,000 | BP. ALO ONGGOS |
9 | SIRO GENDANG ANAM ROKOK&BIR | 88,000 | EMA DORUS |
10 | PAU TUAK MBARU BATE KAENG EMA | ||
GABA DI WELU (rongko, tuak&rp 50.000) | 144,000 | EMA HANES | |
11 | KERJA BAKTI SAPU, PEL, CIWAL &LAP KACA R. GENDANG | 25,000 | BP. HUBER |
12 | BELI 2 BUAH GENDANG | 1,000,000 | LAURENSIUS AGAS |
13 | TESI/PERMISI DI KELUARGA DUKA UNTUK MBATA | 20,000 | EMA DORUS |
TOTAL PENGELUARAN | 15,446,000 | ||
SALDO SEMENTARA PER 11 JULI 2019 | 27,454,000 | ||
BPK. BELASIUS JEHONO | YUVENSIAUNUS HAMAT | ||
PENANGGU JAWAB UMUM | BENDAHARA CONGKO LOKAP |
Suku Mbero
merupakan salah satu suku di Kerajaan Todo zaman dulu di bawah Hamente Lelak
dan pembagian hak ulayatnya diatur oleh Glarang Leko. Menempati wilayah dataran
tinggi di Kabupaten Manggarai kecamatan Ruteng Desa Bulan.
Taji Misa yang merupakan
cikal bakal Leluhur Mbero datang pertama kali dari Kerajaan Goa Talo menempati
wilayah Rego di wilayah Manggarai Barat Kecamatan Macang Pacar. Menurut kisah
orang tua yang diwariskan secara turun menurun. Taji Misa membawa serta Sempara
anak semata wayangnya dari Goa, ketika tinggal di Rego mereka membuntuti babi
binatang buruannya maka sampailah mereka di Dese dan menetap di sana. Di Dese,
Taji Misa kawin dengan wanita lokal maka lahirlah Empo Rios dan memilik anak
yang bernama Ampel sebagai empo mesenya suku Mbero. Anak kedua Nggoro cikal
bakal Wakel, Rejeng dan Manu. Anak ketiga Do cikal bakal Tonggur, Mbohang dan
anak ke empat Nande Cikal bakal Karot dan Mbohang.
Awalnya Lelak
merupakan wilayah dalu Welak. Dalam perkembangannya Lelak berdiri sendiri
sebagai Dalu otonom. Pembentukan Lelak sebagai Dalu dilatarbelakangi berbagai
kasus pembunuhan utusan Dalu Welak yang datang mengundang Kraeng Taji Misa
untuk mengikuti sidang di Welak.
Aksi pembunuhan
yang dilakukan oleh Taji Misa ditanggapi secara bijak oleh Raja Todo (Raja
Wunut) yang bernama Baruk dengan pengangkatan Lelak sebagai Dalu yang otonom. Empo
Ampel yang nama jagoannya (paci) Pae
Mendaes memiliki dua orang anak Waek emponya gendang Mbero Anam dan adiknya Dor
emponya gendang Mbero Nangka.
Oleh Glarang
Leko sebagai panitia pembagian tanah maka Mbero memperoleh 54 lingko Randang
dan dibagi 2 kepada gendang Anam dan Nangka masing-masing 27 lingko. Wilayah
lingko gendang Nangka:
No.
|
Nama Lingko
|
No.
|
Nama Lingko
|
No.
|
Nama Lingko
|
No.
|
Nama Lingko
|
1
|
Bangka Mbero
|
8
|
Coca
|
15
|
Koter Le
|
22
|
6 lingko terakhir ada dalam surat KAR (surat sah
pembagian tanah linko zaman RajaTodo)
|
2
|
Juling
|
9
|
Wae Teku
|
16
|
Koter Lau
|
23
|
|
3
|
Watu Gak
|
10
|
Bea Nunang
|
17
|
Nangka
|
24
|
|
4
|
Roga
|
11
|
Mpumpung
|
18
|
Pering
|
25
|
|
5
|
Kanggung
|
12
|
Bea Nggana
|
19
|
Wae Rua
|
26
|
|
6
|
Golo Nara
|
13
|
Wulang
|
20
|
Lagur
|
27
|
|
7
|
Wae Ratung
|
14
|
Golo Watu
|
21
|
Welu
|
Langganan:
Postingan (Atom)